Sekarang dan Dahulu
Kalau membahas sekarang yang
dulu itu memang gak ada habisnya ya. Aku sedikit pusing dengan perubahan jaman
yang begitu pesat. Entah itu berdampak atau berdampak negatif. Tapi setahu aku
banyak anak yang tidak menikmati jaman sekarang. Mereka dibuat remaja terlalu
cepat. Padahal usia mereka masih kecil
Sekarang aku tidak bisa
membedakan mana anak SD, SMP, dan SMA. Semua sama bagiku. Mereka sudah tau cara
berdandan, memakai baju layaknya remaja yang sedang puber, padahal masih memaaki
baju merah putih. Beda sama aku yang masih sering dibilang anak SMP atau anak
SMA, padahal kan udah Kuliah, semester 6 lagi *ehem ehem* . Memang sih tubuhku ini mungil alias pendek L. Make-up? Standar Cuma pake bedak dan pelembab bibir,
udah gitu ajah. Simpel kan? *ya walaupun
kalau foto tetap pakai camera 360, hihihi* Nah, anak SMP dan SMA dandannya menor bgt, kadang ingin sekali aku
meledeknya.
“Memang di sekolahnya ada
acara nyindenan ya mba, itu make-up nya tebel banget?”
Oya soal aku yang masih dikira
anak SMP atau SMA kalau ga percaya banyak banyak loh yang bilang. Kalau ditanya
berapa, aku gak tahu mungkin sering sama orang yang baru ketemu. Aku kasih 3
contoh aja ya. Nanti kalau banyak-banyak bukan cerita tapi dongeng *hehehe, ketawa sendiri*.
Yang pertama saat aku ikut
ibu ke pasar belakang rumah. Tetangga gang depan yang jarang keluar rumah heran
melihat aku yang masih mungil *uhuk uhuk*.
“Anaknya ya bu? SMPnya
dimana de? Kok jam segini belum berangkat sekolah? “ Kata ibu itu
Senyum paksa,”saya sudah
kuliah bu.” Kata aku
“HHHAAAAHHHH Kuliah? Saya
gak percaya, masa sih sudah kuliah?” Perkataannya bak dia kejepit pintu angkot L Kenceng banget sampai orang yang jualan dipasar
nengok-nengok.
“Iya bu anak saya sudah
kuliah, semester 3 malah bu,” kata ibuku.
“Ya ampun, kecil banget ya.
Lah, anak saya SMP saja tingginya sudah segini bu,” kata ibu itu sambil
mengangkat tangannya diatas kepala aku. Jahat L. Ternyata memang anaknya tinggi.
“Iya bu anak saya mah
imut-imut, padahal makannya sudah banyak banget bu, belum ngemilmya,” kata ibu
aku. *dibongkar kebiasan anaknya, makan
banyak tapi gak tinggi-tinggi*.
Yang kedua, waktu aku
berangkat kuliah. Di dalam angkot itu sudah ada beberapa penumpang, termasuk
mas ganteng yang duduk dipojokan *uhuy*.
Mas gantengnya melirik aku terus, jadi salah tingkah aku dibuatnya.
“Jodoh aku please, aku mau yang ini,” pikirku dalam
hati konyol.
Lagi enak-enak berkhayal
sama si mas ganteng, tiba-tiba dia nanya.
“Mau pergi les ya de?”
Sebuah kata terlontar dari bibir manisnya, tapi buat aku langsung “Jjlleeeppp”,
terus cita citata nanyi,
“Sakitnya tuh disini di
dalam hatiku, sakitnya tuh disini saat kau panggil adik. Saaakkiit ssaaakkiittt.
Sakitnya tuh disini,” begitu kira-kira khayalanku.
“Eh enggak kok kak, aku mau
kuliah,” kata ku dengan nada pelan.
Dia diam, melihat aku dari
atas sampai bawah.
“Maaf ya aku gak tahu,
kirain mau pergi les. Abis imut banget sih,” kata dia
Apa? Dia bilang apa? Coba
ulang ? Reply please ? Dia bilang
imut? Abis imut banget sih? Oh My God.
Sujud syukur aku deh *gak bisa tapinya
kan lagi di dalam angkot L*
“Iya gak apa-apa kok kak, udah
biasa dibilang seperti itu,” kata aku.
“Oh gitu ya. Kuliah dimana?”
Kata dia.
“Di Gunadarma, kakak
dimana?” Tanyaku.
“Aku di Bhayangkara,
semester 3. Namanya siapa? Aku Fikri,” kata dia menyodorkan tangan.
Aduh ini cowok baik banget,
ramah banget, jadi tambah gugup. Aduh dia senyum lagi.
“Mutiah,” kataku.
“Salam kenal ya, sampai
ketemu lagi ya. Aku sebentar lagi turun diperempatan depan,” kata dia
“Oh gitu ya,” kataku
“Hhhuufftt, pengorbanan juga
ya naik angkot, panas, macet dan polusi. Gara-gara motor rusak sih,” katanya.
Curhat nih ye.
“Oh gitu ya,” kataku.
“Sudah dulu ya, bye,” kata
dia.
“Iya hati-hati ya,” kataku.
Padahal dalam hati nyumpahin, sering-sering ajah motornya rusak biar naik angkot terus sama aku *hahhaha*. Yaahhhh kenapa juga gak tukeran nomor or Pin BB L . Yah mas ganteng kapan lagi kita bisa ketemu. Siapa
tau kamu jodohku *aduh aduh muti*.
Oke, yang terakhir nih yang
ke tiga. Waktu pulang kuliah, seperti biasa aku naik angkutan umum. Lagi
panas-panasnya terus lagi berkhayal minum es teh mba-mba disamping aku
mengagetkan.
“ De, kita dari program xxx
mau menawarkan kursus untuk anak SMP yang mau UAS saat ini, bagus kok de
sistemnya, dijamin nanti UAS adik bagus nilainya,” kata dia
“ Tapi mba sayaa,” belum
selesai ngomong dia udah nyerocos duluan.
“ Iya de, bagus apa lagi
ditambah uang bayarannya yang lumayan murah ( sambil ngasih brosur ). Oya adik
ini dari SMP mana? Pagi-pagi gini mau kemana?” Tanya dia
“ Saya mau kuliah mba,”
kataku singkat.
Mba itu ngeliatin dari atas
sampe bawah,” kamu bilang apa tadi kuliah? Jangan bercanda de pasti bohong ni
sama orang tuanya kalo kamu mau main tapi bilang kuliah, ya kan,” kata dia sok
tahu
“ Beneran mba saya mau
kuliah nih lihat kartu mahasiswa saya,” kataku sambil memperlihatkan kartu
mahasiwaku.
“ Eh iya benar mukanya sama
kayak yang dikartu, maaf ya saya pikir
kamu tuh masih SMP, habis badannya sama mukanya kayak masih SMP, kuliah
dimana?” Kata dia
“ Di gunadarma mba, oke gak
apa-apa, berarti saya masih imut hehehehe,” kataku dengan pedenya
“ Iya sih bener, anak jaman
sekarang mah malah dandannya ditua-tuain, padahal masih anak SMP or SMA, anak
SD juga sekarang gaya-gayanya tengil banget hehe, yang pakai bedaknya menor
lah, baju sekolahnya dikecilin, mending pantes ya,” kata dia.
“ Iya mba, emang susah
ngebedainnya,” kataku.
Sepanjang jalan aku hanya
bisa merenung nasib anak bangsa kelak mau jadi apa nantinya *duile bahasanya*, benar kata guru aku
dulu, anak jaman sekarang tuh cuma gayanya saja yang bagus, tapi otaknya nihil.
Cantik karena perawatan salon, memang sih sah-sah ajah tapi ya kalau pantas. Lah masa anak SMP or SMA udah ikut yang
seperti itu, kan kasihan kulit mukanya masih tipis padahal masih bagus. Cuma
karena ingin cerah sama putih saja, mending tempelin lampu senter saja dimuka *heheheh ppiiss*.
Ada lagi kejadian waktu aku
pulang kuliah, ada anak SD sebut saja mawar dan melati *hehehehe*, seangkot denganku.
“ Ti, kemarin kamu sms aku
ya??” Tanya si mawar
“ Iya kok gak dibales?” Kata
melati
“ Kan udah gue bilang loe
balesnya di twitter saja, terus kirimin foto kemarin dong tag-in saja di
instagram atau gak di path, oke?” Kata sih mawar
Aku yang mendengarkan
obrolan mereka cuma bisa bengong. Anak kecil belagu banget ya sudah bisa main
instagram or path, aku saja belum punya aplikasinya. Laahh ajarin dong de..
Dirimu sungguh keren.
Sebenarnya bukan salah
merekanya sih jadi berubah, tapi memang perubahan dari kehidupannya, dari
teknologi yang canggih, semuanya super praktis, jadi anak-anak jaman sekarang
seharusnya bersyukur karena kecanggihan teknologi, karena begitu mereka
sekarang jadi lebih tahu dunia luar, tahu info-info dengan cepat. Tapi jangan
di salahgunakan juga.
Tapi, lebih seru zaman dulu,
zaman aku. Yang masih menggunakan surat-suratan untuk berkomunikasi kalau
sedang kangen, terus mengisi biodata teman-teman di binder mereka
masing-masing, kalau mengirim surat harus ngumpet-ngumpet
nunggu si dia istirahat keluar kelas dan menaruh suratnya di tas *ini mah cerita saat aku menulis surat cinta
untuk pertama kalimya. Uhuy*. Terus masih main karet, bekel, masak-masakan,
uuhhuuy banget deh. Zaman sekarang mainnya di mall main TimeZone, main game
online, malah gak sehat, gak bisa bersosialisai antar sesame, keceriaannya
kurang. Bilangnya kumpul sih, tapi sibuk dengan Hanphonenya masing-masing. *Heheheehe.* Tapi ya mau bagaimana lagi
sudah begini adanya. Tapi ya jangan sampai menghilangkan permainan zaman
dahulu, karena dahulu lebih seru J apalagi jajananya. Aduh aku jadi kangen.