Kamis, 05 November 2015

Analisa Demo Buruh (tugas 3)



Analisa Demo Buruh
Liputan6.com, Jakarta - Ribuan massa buruh dari berbagai wilayah di Indonesia menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk kekecewaan atas kondisi ekonomi di dalam negeri yang berbuntut pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, ada tiga faktor yang mendorong buruh sepakat untuk menggelar aksi unjuk rasa pada hari ini.

Faktor pertama yaitu adanya gelombang PHK besar-besaran. Bahkan dia mencatat ada sekitar 100 ribu buruh yang sudah di-PHK dan berpotensi ter-PHK. "Pertama karena faktor PHK yang secara masif. Dalam data kita ada 100 ribu orang, ini akibat melemahnya rupiah terhadap dolar AS," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (1/9/2015).

Dia menjelaskan, ada tiga jenis kategori ancaman PHK yang saat ini tengah berlangsung, yaitu:
1.      Perusahaan memutuskan untuk menutup usahanya sehingga secara otomatis juga memberhentikan para pekerjanya. Hal ini dikatakan Said sudah terjadi pada industri padat karya sejak sebelum Lebaran di mana nilai tukar rupiah telah menembus angka 13.000 per dolar AS.
2.      Perusahan tidak menutup usahanya tetapi kurangi karyawan. Ini terjadi di industri elektronik dan komponen otomotif yang berlokasi di Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Jakarta.
3.      Potensi adanya PHK dengan ciri-ciri perusahaan mulai merumahkan para karyawan, mengurangi jam kerja dari sebelumnya 5 hari menjadi 3 hari dan menghentikan lembur.

"Dari tiga kategori ini, total ada 100 ribu orang potensi. Kalau data dari Apindo yang mengatakan 50 ribu orang, itu yang sudah benar-benar sudah di-PHK," kata dia.
Faktor kedua yang mendorong aksi unjuk rasa ini yaitu menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Said menilai akibat hal ini, ada kemampuan masyarakat termasuk buruuh dalam membeli barang kebutuhan menurun.
Faktor ketiga yaitu masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Hal ini dinilai semakin mengkhawatirkan terlebih kewajiban berbahasa Indonesia bagi para TKA tersebut telah dihapuskan.

"Makanya kami menuntut pemerintah untuk menurunkan harga barang dan harga BBM. Kemudian, lindungi pekerja buruh dari ancaman PHK dengan perbaikan regulasi serta kami minta stop memudahkan TKA masuk ke Indonesia dengan syarat yang lebih ketat, terlebih di tengah ancaman PHK yang semakin besar pada pekerja lokal," tandasnya.

Untuk diketahui, ribuan massa buruh dari sejumlah konfederasi dan serikat buruh seperti KSPI, KSPSI AGN, KSBSI, dan SBTPI yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) akan menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah provinsi di Indonesia pada Selasa (1/9/2015).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan aksi tersebut akan dilaksanakan secara serentak di 20 provinsi seperti Aceh, Sumatera Utara (Medan), Kepulauan Riau (Batam), Lampung, Jawa Barat (Bandung), Banten (Serang), DKI Jakarta, Jawa Tengah (Semarang), Jawa Timur (Surabaya), Gorontalo, Sulawesi Utara (Manado), Sulawesi Selatan (Makassar), Kalimantan Barat dan lain-lain.
Dia menjelaskan, khusus di Jabodetabek, para buruh akan berkumpul di sekitar Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka pada pukul 10.00 WIB. Kemudian massa buruh tersebut akan melakukan long march ke Istana Negara dan akan dilanjutkan berdemo di depan kantor Kementerian Kesehatan dan Kementerian Ketenagakerjaan hingga selesai. "Untuk di daerah, aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur," ujar Said. (Dny/Gdn)
Hak Buruh
Hak buruh lahir sebagai konsekwensi (akibat) adanya hubungan kerja antara buruh dengan pengusaha/instansi. Hak buruh di Indonesia diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 (UUK no. 13 th. 2003). Hak-hak buruh tersebut diantaranya adalah:
Hak Atas Upah Layak (Manusiawi)
Setiap orang yang bekerja pada seseorang ataupun instansi berhak mendapatkan upah, hal ini tertuang dalam perlindungan undang-undang perburuhan tentang pengupahan PP No. 8 tahun 1981 dan UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003. Setiap orang yang mengeluarkan keringatnya berhak atas upah dan setiap orang yang memperkejakan seseorang berkewajiban membayarkan upahnya, pernyataan ini tertulis dalam hadis Nabi Muhammad SAW “Barang siapa yang memperkerjakan seorang buruh maka berkewajiban membayar upahnya”.
Kutipan diatas menunjukkan adanya hak upah atas seseorang yang bekerja pada orang lain ataupun instansi. Dan kutipan diatas tidak diperuntukkan kepada lelaki saja akan tetapi berlaku orang yang bekerja kepada orang lain, dan disini ada buruh lelaki dan buruh perempuan.
Secara umum, apabila kita melihat secara jumlah nominal upah pokok yang ditetapkan pemerintah saat ini relatif tidak terjadi perbedaan upah di buruh perempuan ataupun buruh laki-laki, karena saat ini pengupahan telah diatur dalam UMK (Upah Minimum Kota). Perbedaan pengupahan antara buruh laki-laki dan buruh perempuan terdapat dalam upah yang diterima atau Take Home Pay yaitu terletak dalam komponen upah buruh perempuan dan buruh lak-laki
·         Komponen Upah
·         Upah pokok
Tunjangan tetap (tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran kerja), seperti tunjangan masa kerja, tunjangan keluarga
Tunjangan tidak tetap (tunjangan yang dipengaruhi oleh kehadiran kerja), seperti: premi hadir, transportasi, makan
·         Peraturan pelindung
Konvensi ILO No. 100 tentang kesetaraan pengupahan, yang diratifikasi menjadi UU No.80 tahun 1957
Deklarasi CEDAW, yang telah diratifikasi menjadi UU No.7 Tahun 1984
Pasal 2 Declaration of Human Rights (DUHAM)
UUD 45 Pasal 28A “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
UU ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 88
PP No. 08 tahun 1981 tentang pengupahan
·         Hak Atas Jaminan Sosial
Jaminan sosial merupakan jaminan yang diberikan kepada seseorang atas resiko sosial yang dialaminya karena bekerja. Jaminan sosial tersebut meliputi:
ü  Jaminan Pelayanan Kesehatan
ü  Jaminan Kecelakaan Kerja
ü  Jaminan Kematian
ü  Jaminan Hari Tua
ü  Jaminan perumahan
ü  Jaminan Kesehatan reproduksi
ü  Jaminan Keluarga
ü  Jaminan perlindungan hukum
Jaminan Sosial ini berlaku pada buruh perempuan dan buruh laki-laki. Jaminan sosial ini merupakan kompensasi atas hilangnya waktu dan tenaga akibat pekerjaan yang telah dilakukan oleh seorang buruh. Jaminan sosial juga berfungsi sebagai jaminan keamanan atas pekerjaan yang dilakukan oleh seorang buruh. Jaminan sosial ini juga berfungsi untuk jaminan keamanan bagi keluarga buruh.
Dalam aturan ketenagakerjaan jaminan sosial bagi buruh di indonesia dicover oleh jamsostek. Hanya saja jamsostek belum mampu mengkover semua jaminan tersebut. Jaminan yang tercover oleh jamsostek baru pada: jaminan pelayanan kesehan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian. Itupun pada prakteknya belum semua dinikmati buruh, karena adanya perusahaan yang nakal yang setorannya selalu kurang pada jamsostek.
Peraturan Pelindung:
UUD 45 pasal 28H “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. “Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
UU Jamsostek 1992
Konvensi ILO
·         Hak Atas Tunjangan
Selain mendapatkan upah, setiap buruh berhak atas tunjangan. Tunjangan ini dibagi menjadi 2:
Tunjangan tetap: tunjangan yang wajib diterima buruh tanpa dipengaruhi kehadiran kerja. Misal: tunjangan keluarga, tunjangan masa kerja, THR dll.
Tunjangan tidak tetap: tunjangan yang diterima buruh berdasarkan kehadiran mereka ditempat kerja. Misal: tunjangan transportasi, makan, premi hadir.
Tunjangan ini biasanya merupakan komponen dari upah, selain upah pokok.
·         Hak Waktu Istirahat dan Cuti
Setiap buruh berhak menikmati waktu istirahat. Waktu istirahat sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
Selama menikmati cuti tersebut buruh berhak untuk tetap mendapatkan upah. Apabila buruh tidak mengambil hak cutinya maka buruh berhak menerima uang penggannti dari hak cuti tersebut. Pengaturan tentang hak cuti terdapat pada UUK No 13 Tahun 2003 pasal 79. Hak cuti ini meliputi cuti sakit, cuti haidl, cuti melahirkan, cuti kawin, cuti keluarga meninggal, cuti mengkhitankan anak, cuti tahunan dll (UUK no.13 th. 2003 psl. 79).
·         Hak Untuk Menikmati Hari Libur dan Uang Lembur
Hak ini terkait dengan waktu kerja buruh. Dalam UUK No.13 tahun 2003 pasal 77 menyatakan bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja bagi buruh adaah 7 jam dalam 1 hari yang berarti 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Artinya dalam 1 minggu minimal buruh dapat menikmati hari libur minimal 1 hari ketika waktu kerjanya 7 jam kerja. Buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
Pengusaha yang memperkerjakan buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat:
Ada persetujuan dari buruh yang bersangkutan. Artinya buruh berhak untuk menolak kerja lembur.
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Pengusaha diatas wajib membayar upah kerja lembur, yang ketentuan besarnya diatur dalam keputusan menteri.
·         Hak Atas Kebebasan Berorganisasi (Berserikat)
Setiap pekerja atau buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh (UUK no.13 th. 2003 psl. 104). Dalam menjamin kebebasan berserikat bagi buruh, pemerintah mengaturnya dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh(mengatur tentang hak dan kewajiban SP dan pengusaha sampai dengan PKB).
·         Hak-Hak Reproduksi
Hak reproduksi adalah hak untuk mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud. Perempuan memiliki hak khusus terkait dengan fungsi reproduksinya misalnya hak cuti haidl, hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan, serta hak untuk menyusui anaknya (UUK no.13 th. 2003 psl. 81-83). Selain itu khusus untuk buruh perempuan juga diatur dalam (UUK no.13 th. 2003 psl. 76)
·         Hak Untuk Melaksanakan Ibadah
Pengusaha wajib memberikan kesempatan secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya (UUK no.13 th. 2003 psl. 80)
·         Hak Untuk Melakukan Mogok Kerja
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan UUK no.13 th. 2003 psl. 137).
·         Hak Atas K3(Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan pada waktu dia bekerja oleh karena itu pengusaha wajib melengkapi sarana dan prasarana K3 sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
·         Hak Untuk Mendapat Perlakuan Yang Sama
Setiap buruh perempuan berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa ada perlakuan yang diskriminatif. Hak atas perlakukan yang sama ditempat kerja dilidungi dalam
UUD 45 Pasal 28D ”Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakukan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
UU No. 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, merupakan hasil ratifikasi dari Konvensi ILO mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap buruh perempuan.
·         Hak Atas Pesangon bila di PHK
Ketika berakhirnya hubungan kerja karena adanya PHK yang dilakukan oleh pihak pengusaha semua hak diatas menjadi gugur, namun pengusaha wajib memenuhi hak atas pesangon buruh dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima. Besar kecilnya perhitungan uang pesangon ini dihitung berdasarkan lamanya masa kerja(UUK no.13 th. 2003 psl. 156)
Kewajiban Perusahaan
Berturut-turut akan dibicarakan tentang kewajiban perusahaan untuk tidak diskriminasi, untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, untuk memberi imbalan kerja yang pantas dan untuk tidak memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Kewajiban perusahaan biasanya sepadan dengan hak karyawan.
1.      Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi
Diskriminasi adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paro kedua dari abad ke 20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis kelamin). Di Indonesia diskriminasi timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi / non-pribumi, dari para warga negara dan agama.
a.       Diskriminasi dalam konteks perusahaan
Istilah diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti membedakan, memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dari prasangka. Membedakan antara karyawan tentu sering terjadi karena alasan yang sah. Dalam menerima karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat seperti mempunyai pengalaman kerja sekian tahun, memiliki ijazah S-1 (malah bisa ditambah dengan IPK minimal 2,75), menguasai bahasa Inggris, baik lisan maupun tertulis dll. Dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Hal-hal diatas adalah alasan yang relevan.
Bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang tidak relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain, latar belakang terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme / seksisme.
b.      Argumentasi etika melawan diskriminasi
ü  Dari pihak utilitarisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar bebas. Jika perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari diskriminasi demi kepentingannya sendiri.
ü  Deontologi berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat  dari orang yang didikriminasi.Berarti tidak menghormati martabat  manusia yang merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.
ü  Teori keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan keadilan, khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Pikiran itu sudah dikenal sebagai prinsip moral keadilan distributif.
c.       Beberapa masalah terkait
Tidak bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan faktor sejarah dan sosio-budaya ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan pendekatan hitam putih. Artinya tergantung dengan tempatnya sehingga bersifat relativitas.Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan diskriminasi, favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang sama, dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa menghindari favoritisme selalu merupakan pilihan terbaik dari sudut pandang etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme, yang bertentangan dengan keadilan distributif. Tetapi sulit untuk ditentukan pada saat mana favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika.Untuk menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai istilah affirmative action “aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi / mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya di diskriminasi.

2.      Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
a)      Beberapa aspek keselamatan kerja
Keselamatan kerja dapat terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja itu aman kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan / penyakit.
Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Sedangkan di Amerika Serikat  didirikan Occupational Safety and Health Administration (OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to assure as far as possible every working man and woman in the nation safe and healthful working conditions.
b)      Pertimbangan etika
Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja.
1)      The right of survival (hak untuk hidup)
2)       Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka.
3)      Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi tidak berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.
Kebebasan si pekerja adalah faktor yang membenarkan moralitas pekerjaan beresiko. Si pekerja sendiri harus mengambil resiko dengan sukarela. Tetapi supaya si pekerja sungguh-sungguh bebas dalam hal ini, perlu beberapa syarat :
ü  Harus tersedia pekerjaan alternatif.
ü  Diberi informasi tentang resiko yang berkaitan dengan pekerjaannya sebelum si pekerja mulai bekerja.
ü  Perusahaan selalu wajib berupaya, agar risiko bagi pekerja seminimal mungkin.

Dua masalah khusus
Si pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko bagi pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan kesejahteraan ekonomis mereka (gaji yang lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan konsekuensi gaji yang lebih rendah. Begitupun dengan kebijakan yang diterapkan suatu perusahaan, terkadang secara tidak langsung terlihat memaksakan kepada para pekerja jika didukung juga oleh suasana resesi ekonomi saat mencari pekerjaan lain menjadi sulit. Sehingga membuat para pekerja tidak memiliki alternatif lain dan akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil.


Kewajiban memberi gaji yang adil
Motivasi seseorang untuk bekerja tidak lepas dari untuk mengembangkan diri, memberi sumbangsih yang berguna bagi pembangunan masyarakat namun yang sangat penting adalah untuk memperoleh upah atau gaji. Namun dalam gerakan sosial zaman industri upah yang adil sering menjadi pokok perjuangan yang utama.
ü  Menurut keadilan distributive
Gaji / upah merupakan kasus jelas yang menuntut pelaksanaan keadilan, khususnya keadilan distributif. Di kebanyakan negara modern, dilema antara liberalisme dan sosialisme ini sekarang tidak dirasakan lagi. Tanpa banyak kesulitan, langsung diakui bahwa dalam menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus berperan. Prinsip pertama adalah bagian yang sama. Supaya adil, gaji semua karyawan memang tidak perlu sama, tetapi perbedaan juga tidak boleh terlalu besar. Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis yang berkaitan dengan prinsip ini. Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada masyarakat ikut pula menentukan gaji yang adil. Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia masalah gaji yang adil disinggung juga. Adil tidaknya gaji menjadi lebih kompleks lagi, jika kita akui bahwa imbalan kerja lebih luas daripada take home pay saja. Fasilitas khusus seperti rumah, kendaraan, bantuan beras dll harus dipandang sebagai imbalan kerja. Lebih penting lagi adalah asuransi kerja, jaminan kesehatan, prospek pensiun dll. Gaji yang relatif rendah bisa mencukupi asalkan dikompensasi oleh jaminan sosial yang baik serta fasilitas-fasilitas lain.
ü  Tujuh faktor khusus
Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu adil / fair :
1)      Peraturan hokum.
Di sini yang paling penting adalah ketentuan hukum tentang upah minimum sebagai salah satu perjuangan sosialisme dalam usahanya memperbaiki nasib kaum buruh. Adanya upah minimum berarti bahwa kebutuhan diakui sebagai kriteria untuk menentukan upah.
2)      Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu.
Dalam semua sektor industri, gaji / upah tidaklah sama. Karena itu rupanya suatu kriteria yang baik adalah : gaji / upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberika dalam sektor industri bersangkutan asalkan keadaan di sektor itu cukup mantap. Namun gaji yang sama belum tentu menjamin daya beli yang sama. Karena perbedaaan daya beli itu di Indonesia upah minimum ditetapkan sebagau upah minimum regional
3)      Kemampuan perusahan.
Perusahaan kuat yang menghasilkan laba besar, harus memberi gaji yang lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai marjin laba yang kecil saja. Di sini berlaku pandangan sosialistis tentang hak karyawan mengambil bagian dalam laba. Harus dinilai tidak etis, bila perusahaan mendapat untung besar dengan menekan gaji karyawan.


4)      Sifat khusus pekerjaan tertentu.
Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalani oleh orang yang mendapat pendidikan / pelatihan khusus, kadang-kadang malah pendidikan sangat terspesialisasi. Kelangkaan tenaga mereka boleh diimbangi dengan tingkat gaji yang lebih tinggi.
5)      Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan.
Kalau pekerjaan tidak mempunyai sifat khusus, seperti menuntut pengalaman lebih ama / mengandung resiko tertentu, maka gaji / upah harus sama. Sehingga berlaku prinsip equal pay for equal work.
6)      Perundingan upah / gaji yang fair.
Perundingan langsung antara perusahaan dan para karyawan merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair. Tentu saja, perundingan seperti itu menuntut keterbukaan cukup besar dari pihak perusahaan. Lebih bagus bila perundingan gaji itu dilakukan untuk suatu sektor industri sehingga dihasilkan kesepakatan kerja bersama.
7)      Senioritas dan imbalan rahasia.
Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari pengalamannya bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang. Pembayaran khusus / kenaikan gaji yang dirahasiakan terhadap teman-teman sekerja pun tidak etis karena tidak mengadakan kontrol sosial dan akan merusak suasana kerja. Jelas, disini berlaku prosedur yang terbuka dan demokratis untuk menjamin mutu etis sebuah sistem.

 Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena.
Menurut Garret dan Klonoski ada tiga alasan yang lebih konkrit untuk memberhentikan karyawan, yaitu :
ü  Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat
ü  Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya. 
ü  Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin.

Nama   : Mutiah Yulita
Kelas   : 4EA22
Npm    : 15212182



Tidak ada komentar:

Posting Komentar